Pengembangan Sosial Media Terhadap Pengembangan Kota Di Berlin
Kota merupakan tempat berkumpulnya orang yang heterogen dan kegiatan utama non pertanian. Kota akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan karakteristik individu dan kegiatan didalamnya.
Dengan perkembangan yang terus- menerus dan ingin meningkatkan kapasitas dari sumber daya yang ada didalamnya maka negara-negara di dunia banyak yang menerapkan konsep Smart City dalam kebijakannya terutama di negara maju.
Seperti di Kota Berlin yang menerapkan Smart City menjadikan konsep tersebut untuk mempermudah masyarakat Berlin untuk melakukan aktivitas dan membantu mereka untuk melakukan aktivitas yaitu dengan kecanggihan teknologi.
Tidak hanya itu saja, pemerintah Berlin juga melakukan intervensi dalam penerapan Smart City, terjadi hubungan yang dua arah dalam sistem pemutusan kebijakan. Terdapat fasilitas yang disediakan pemerintah berupa sosial media seperti Website dan aplikasi smart phone yang dapat digunakan masyarakat dalam membantu kegiatan mereka.
Sosial media dianggap mampu mengampu dan menarik perhatian masyarakat untuk turut andil dalam berpartisipasi di penerapan Smart City dan segala elemen serta pihak didalam kota tersebut dapat terintegrasi satu dan yang lainnya.
Kota merupakan tempat bermukim penduduk dengan jumlah penduudk tinggi, padat penduduk,areal terbatas, kegiatan utama non-agraris dan pola hubungan antar manusia didalamnya cenderung bersifat individualis, ekonomis dan rasional.
Namun, kota tersebut terus melakukan perubahan berdasarkan karakteristik kegiatan manusia didalam kota tersebut maupun sistem yang ada didalam kota tersebut. Kota dari tahun ke tahun biasanya mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Pada dasarnya pertumbuhan dan perkembangan kota dapat dilihat dengan bertumbuh besaran kota dan bertumbuhnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Namun setiap kota atau negara tidak sama peningkatan jumlah penduduknya.
Pertumbuhan dan perkembangan kota pada prinsipnya menggambarkan proses berkembangnya suatu kota. Pertumbuhan kota mengacu pada pengertian secara kuantitas,yang dalam hal ini dindikasikan oleh besaran faktor produksi yang dipergunakan oleh sistem ekonomi kota tersebut.
Semakin besar produksi berarti ada peningkatan permintaan yang meningkat. Sedangkan perkembangan yang mengacu pada kualitas,yaitu proses keadaan yang bersifat kemataman.
Dalam menyelesaikan permasalahan- permasalahan kota dan menjaga performanya, berbagai konsep pembangunan maupun pengelolaan kota terus dikembangkan oleh para akademisi maupun praktisi. Berbagai konsep yang muncul terus dikembangkan agar dapat memperoleh formulasi yang tepat mengenai konsep pembangunan dan pengelolaan kota yang dapat memberikan kenyamanan bagi penduduknya dan dapat terus berkelanjutan.
Konsep-konsep yang muncul tersebut bisa merupakan konsep pengembangan kota secara keseluruhan, maupun konsep muncul dengan berdasar pada prioritas permasalahan tertentu, seperti kemunculan konsep green city yang memprioritaskan keberadaan ruang terbuka hijau yang berkaitan erat dengan masalah degradasi lingkungan.
Seiring dengan kemajuan zaman, kemajuan teknologi pun tak urung juga menjadi suatu terobosan baru yang digunakan oleh kota untuk memberikan layanan yang semaksimal mungkin bagi penduduknya. sehingga muncul konsep Intelligent City, Ubiquitos City, Digital City, Wired City,
Information City, dan Smart City. Konsep- konsep tersebut berkembang dengan mendasarkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam mengelola kota. Dari beberapa literatur, dapat diketahui bahwa konsep Smart City merupakan ujung dari pengembangan konsep pembangunan dan pengelolaan kota berbasis teknologi informasi dan komunikasi (Deakin and Allwinkle, 2007).
Dalam definisi Nijkamp,dkk dalam Chaffers (2010), Smart City didefinisikan sebagai kota yang mampu menggunakan SDM, modal sosial, dan infrastruktur telekomunikasi modern (Information and Communication Technology) untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kualitas kehidupan yang tinggi, dengan manajemen sumber daya yang bijaksana melalui pemerintahan berbasis partisipasi masyarakat.
Konsep Smart City merupakan konsep yang telah melalui penyempurnaan- penyempurnaan dari konsep yang telah terlebih dahulu berkembang dengan menambal kekurangan-kekurangan yang ada dan mempertimbangkan aspek-aspek yang mungkin belum ada pada konsep-konsep berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang telah muncul sebelumnya.
Konsep ini pada akhirnya tidak hanya mendasarkan pembangunan dan pengelolaan kota dalam dimensi teknologi, namun juga mencakup dimensi manusia dan dimensi institusional (Nam & Pardo, 2012). Sehubungan dengan sedang berkembangnya konsep Smart City, pemahaman terhadap konsep Smart City ini belum jelas dan konsisten.
Kota-kota yang disebut Smart City pada awalnya memiliki terobosan baru dalam penyelesaian-penyelesaian masalah di kotanya, yang kemudian sukses meningkatkan performa kotanya. Pada umumnya, pembangunan kota-kota ini menuju Smart City diawali dengan penggunaan teknologi informasi dan 3 komunikasi yang biasanya bersifat parsial, pada masalah-masalah prioritas. Sebagai contoh, Kota Amsterdam yang mendasarkan penggunaan TIK untuk mengurangi polusi, atau Kota Tallim, sebagai ibukota Estonia yang memulai pengelolaan kota yang cerdas dari segi pemerintahannya dengan e-government dan menggunakan smart ID card dalam pelayanan bagi penduduknya.
Dalam pengembangan perkotaan terdapat beberapa paradigma kebijakan dan isu kota yang berkelanjutan. Untuk menjawab tantangan berkelanjutan kota tersebut dapat disusun kerangka model referensi Kota Cerdas (smart city).
Tujuan dari konsep smart city ini adalah untuk mengatasi berbagai karakteristik inovasi ekosistem oleh semua gagasan smart city diantaranya menjadi kota hijau, saling berhubungan, terpadu untuk semua lapisan dan bentuk kota.
Perencanan smart city menggunakan model referensi untuk menentukan konsep tata letak kota yang cerdas dan berkarakter. Smart city ini pada intinya memiliki 6 dimensi yaitu ekonomi yang cerdas, mobilitas cerdas, lingkungan pintar, orangnya cerdas, cerdas dalam hidup dan akhirnya pemerintahan yang cerdas pula. Konseptual Smart city dapat digunakan juga untuk evaluasi kemampuan inovatif pererencanaan kota. Selain itu model ini juga dapat untuk sinkronisasi dan pengoptimalan kota investasi dalam ekonomi dan broadband.
Smart city adalah sebuah impian dari publik semua negara di dunia. Berbagai macam data dan informasi yang berada disetiap sudut kota dapat dikumpulkan melalu sensor yang terpasang di setiap sudut kota, dianalisis dengan aplikasi cerdas, selanjutnya disajikan sesuai dengan kebutuhan pengguna melalui aplikasi yang dapat diakses oleh berbagai jenis gadget.
Negara-negara maju di dunia ini sudah mengembangkan konsep smart city ini dalam mencapai tujuan dan kebijakan mereka. Banyak versi definisi dari smart city. Salah satunya menyatakan bahwa smart lingkungan secara lebih efisien dan untuk meningkatkan efektivitas interaksi dengan warganya.
Sarwant Singh, kontributor pada majalah Forbes mengidentifikasi delapan aspek utama dari smart city, yaitu: pengelolaan pemerintahan, pemanfaatan energi, gedung, pengaturan mobilitas, infrastruktur, teknologi, layanan kesehatan, dan warga yang pintar atau smart citizen. Delapan aspek tersebut akan lebih efektif bila dikembangkan dalam sistem yang terintegrasi.
Kerangka analisis ekosistem inovasi Kota Cerdas adalah sebuah model referensi yaitu perkotaan yang saling berhubungan dengan kota hijau, segala aspek kehidupan terhubung, masyarakat yang cerdas memiliki inovasi ekosistem, lingkungan dan sosial berkelanjutan menciptakan kota yang berkelanjutan dan mendukung sustainable development.
Para perencana menggunakan konsep ini sebagai alat analisis identifikasi inovasi dan kebijakan sebuah kota. Sebagai contoh smart city di dunia ini ada beberapa negara yaitu Kota Berlin, Amsterdam dan Edinburgh.
Kota Berlin terkenal didunia dengan pariwisata, budaya, keuangan dan teknologi tinggi, hal tersebut merupakan Smart city dengan pendekatan top-down yang melibatkan stakeholder menjadikan Berlin maju dan kreatif dan kota ini juga menggunakan pendekatan bottom-up perencanaan partisipatif untuk membuat Kota cerdas.
Konsep Smart City dapat dilihat dari beberapa aspek pendukung, diantaranya adalah smart living, smart economy, smart environtment, smart governance, dan smart mobility. Sebuah prasyarat penting untuk penerapan Smart City ini adalah kerjasama erat administrasi publik, perusahaan swasta dan ilmu pengetahuan. Selain itu adaanya fasilitas- fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dalam mendukung keberjalanan smart city tersebut, seperti sosial media sebagai tools yang digunakan untuk keberjalanan konsep Smart City tersebut.
Berlin merupakan ibukota negara Jerman dan Berlin merupakan salah stau contoh kota di dunia yang menerapkan Smart City yaitu pada tahun 2014. Pemerintah Berlin dalam kebijakannya menginginkan penerapan teknologi canggih dalam kebijakan dan setiap kegiatan masyarakatnya, atau dengan kata lain menggunakan teknologi dalam setiap kegiatan. Teknologi-teknologi tersebut harus terintergrasi agar terjadi keselarasan dan sinergisasi.
Berlin dianggap mampu dalam menerapkan smart city karena individu yang ada didalamnya yang sudah tinggi kapasitasnya dan Berlin ini teknologinya sudah termasuk sudah canggih.
Didalam penerapannya Berlin ini didukung oleh jaringan-jaringan antar institusi seperti industry, pendidikan, R&D dan Start-up. Dilihat dari komponen pendukungnya, Berlin memiliki lebih dari 300 kelompok penelitian dan perusahaan berbasis penelitian bekerja pada teori dan proyek-proyek untuk kota masa depan.
Ahli Smart City banyak ditemukan di hampir semua fakultas Universitas Berlin dan lembaga pendidikan tinggi, serta di lain lembaga penelitian independen di kota. Di Berlin, hasil secara teratur diproduksi yang memiliki tinggimentransfer potensial. Perusahaan spin-off dari universitas negeri dan start-up sudah menjadi fitur yang kuat dari lanskap inovasi Berlin.
Berikut contoh penerapan Smart City didalam Kota Berlin yaitu Urban Mobility.
Menurut prediksi, pada tahun 2025 diperkirakan penduduk kota Berlin akan meningkat sebanyak 250.000 jiwa dan ini menjadi kesempatan bagi kota Berlin untuk memanfaatkan sumber daya manusia tersebut untuk peningkatan kapasitas dan potensi sumber daya tersebut.
Dalam penerapan Smart City ini pemerintah menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mencapai tingkat kesejahteraan mereka. Salah satu fasilitas atau alat yang digunakan pemerintah adalah Sosial Media, dalam Pembahasan ini sosial media yang dimaksud adalah Website dan Aplikasi Smart Phone.
Pembahasan lebih Lanjut bisa dilihat pada artikel Selanjutnya
Dengan perkembangan yang terus- menerus dan ingin meningkatkan kapasitas dari sumber daya yang ada didalamnya maka negara-negara di dunia banyak yang menerapkan konsep Smart City dalam kebijakannya terutama di negara maju.
Seperti di Kota Berlin yang menerapkan Smart City menjadikan konsep tersebut untuk mempermudah masyarakat Berlin untuk melakukan aktivitas dan membantu mereka untuk melakukan aktivitas yaitu dengan kecanggihan teknologi.
Tidak hanya itu saja, pemerintah Berlin juga melakukan intervensi dalam penerapan Smart City, terjadi hubungan yang dua arah dalam sistem pemutusan kebijakan. Terdapat fasilitas yang disediakan pemerintah berupa sosial media seperti Website dan aplikasi smart phone yang dapat digunakan masyarakat dalam membantu kegiatan mereka.
Sosial media dianggap mampu mengampu dan menarik perhatian masyarakat untuk turut andil dalam berpartisipasi di penerapan Smart City dan segala elemen serta pihak didalam kota tersebut dapat terintegrasi satu dan yang lainnya.
Kota merupakan tempat bermukim penduduk dengan jumlah penduudk tinggi, padat penduduk,areal terbatas, kegiatan utama non-agraris dan pola hubungan antar manusia didalamnya cenderung bersifat individualis, ekonomis dan rasional.
Namun, kota tersebut terus melakukan perubahan berdasarkan karakteristik kegiatan manusia didalam kota tersebut maupun sistem yang ada didalam kota tersebut. Kota dari tahun ke tahun biasanya mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Pada dasarnya pertumbuhan dan perkembangan kota dapat dilihat dengan bertumbuh besaran kota dan bertumbuhnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Namun setiap kota atau negara tidak sama peningkatan jumlah penduduknya.
Pertumbuhan dan perkembangan kota pada prinsipnya menggambarkan proses berkembangnya suatu kota. Pertumbuhan kota mengacu pada pengertian secara kuantitas,yang dalam hal ini dindikasikan oleh besaran faktor produksi yang dipergunakan oleh sistem ekonomi kota tersebut.
Semakin besar produksi berarti ada peningkatan permintaan yang meningkat. Sedangkan perkembangan yang mengacu pada kualitas,yaitu proses keadaan yang bersifat kemataman.
Dalam menyelesaikan permasalahan- permasalahan kota dan menjaga performanya, berbagai konsep pembangunan maupun pengelolaan kota terus dikembangkan oleh para akademisi maupun praktisi. Berbagai konsep yang muncul terus dikembangkan agar dapat memperoleh formulasi yang tepat mengenai konsep pembangunan dan pengelolaan kota yang dapat memberikan kenyamanan bagi penduduknya dan dapat terus berkelanjutan.
Konsep-konsep yang muncul tersebut bisa merupakan konsep pengembangan kota secara keseluruhan, maupun konsep muncul dengan berdasar pada prioritas permasalahan tertentu, seperti kemunculan konsep green city yang memprioritaskan keberadaan ruang terbuka hijau yang berkaitan erat dengan masalah degradasi lingkungan.
Seiring dengan kemajuan zaman, kemajuan teknologi pun tak urung juga menjadi suatu terobosan baru yang digunakan oleh kota untuk memberikan layanan yang semaksimal mungkin bagi penduduknya. sehingga muncul konsep Intelligent City, Ubiquitos City, Digital City, Wired City,
Information City, dan Smart City. Konsep- konsep tersebut berkembang dengan mendasarkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam mengelola kota. Dari beberapa literatur, dapat diketahui bahwa konsep Smart City merupakan ujung dari pengembangan konsep pembangunan dan pengelolaan kota berbasis teknologi informasi dan komunikasi (Deakin and Allwinkle, 2007).
Dalam definisi Nijkamp,dkk dalam Chaffers (2010), Smart City didefinisikan sebagai kota yang mampu menggunakan SDM, modal sosial, dan infrastruktur telekomunikasi modern (Information and Communication Technology) untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kualitas kehidupan yang tinggi, dengan manajemen sumber daya yang bijaksana melalui pemerintahan berbasis partisipasi masyarakat.
Konsep Smart City merupakan konsep yang telah melalui penyempurnaan- penyempurnaan dari konsep yang telah terlebih dahulu berkembang dengan menambal kekurangan-kekurangan yang ada dan mempertimbangkan aspek-aspek yang mungkin belum ada pada konsep-konsep berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang telah muncul sebelumnya.
Konsep ini pada akhirnya tidak hanya mendasarkan pembangunan dan pengelolaan kota dalam dimensi teknologi, namun juga mencakup dimensi manusia dan dimensi institusional (Nam & Pardo, 2012). Sehubungan dengan sedang berkembangnya konsep Smart City, pemahaman terhadap konsep Smart City ini belum jelas dan konsisten.
Kota-kota yang disebut Smart City pada awalnya memiliki terobosan baru dalam penyelesaian-penyelesaian masalah di kotanya, yang kemudian sukses meningkatkan performa kotanya. Pada umumnya, pembangunan kota-kota ini menuju Smart City diawali dengan penggunaan teknologi informasi dan 3 komunikasi yang biasanya bersifat parsial, pada masalah-masalah prioritas. Sebagai contoh, Kota Amsterdam yang mendasarkan penggunaan TIK untuk mengurangi polusi, atau Kota Tallim, sebagai ibukota Estonia yang memulai pengelolaan kota yang cerdas dari segi pemerintahannya dengan e-government dan menggunakan smart ID card dalam pelayanan bagi penduduknya.
Dalam pengembangan perkotaan terdapat beberapa paradigma kebijakan dan isu kota yang berkelanjutan. Untuk menjawab tantangan berkelanjutan kota tersebut dapat disusun kerangka model referensi Kota Cerdas (smart city).
Tujuan dari konsep smart city ini adalah untuk mengatasi berbagai karakteristik inovasi ekosistem oleh semua gagasan smart city diantaranya menjadi kota hijau, saling berhubungan, terpadu untuk semua lapisan dan bentuk kota.
Perencanan smart city menggunakan model referensi untuk menentukan konsep tata letak kota yang cerdas dan berkarakter. Smart city ini pada intinya memiliki 6 dimensi yaitu ekonomi yang cerdas, mobilitas cerdas, lingkungan pintar, orangnya cerdas, cerdas dalam hidup dan akhirnya pemerintahan yang cerdas pula. Konseptual Smart city dapat digunakan juga untuk evaluasi kemampuan inovatif pererencanaan kota. Selain itu model ini juga dapat untuk sinkronisasi dan pengoptimalan kota investasi dalam ekonomi dan broadband.
Smart city adalah sebuah impian dari publik semua negara di dunia. Berbagai macam data dan informasi yang berada disetiap sudut kota dapat dikumpulkan melalu sensor yang terpasang di setiap sudut kota, dianalisis dengan aplikasi cerdas, selanjutnya disajikan sesuai dengan kebutuhan pengguna melalui aplikasi yang dapat diakses oleh berbagai jenis gadget.
Negara-negara maju di dunia ini sudah mengembangkan konsep smart city ini dalam mencapai tujuan dan kebijakan mereka. Banyak versi definisi dari smart city. Salah satunya menyatakan bahwa smart lingkungan secara lebih efisien dan untuk meningkatkan efektivitas interaksi dengan warganya.
Sarwant Singh, kontributor pada majalah Forbes mengidentifikasi delapan aspek utama dari smart city, yaitu: pengelolaan pemerintahan, pemanfaatan energi, gedung, pengaturan mobilitas, infrastruktur, teknologi, layanan kesehatan, dan warga yang pintar atau smart citizen. Delapan aspek tersebut akan lebih efektif bila dikembangkan dalam sistem yang terintegrasi.
Kerangka analisis ekosistem inovasi Kota Cerdas adalah sebuah model referensi yaitu perkotaan yang saling berhubungan dengan kota hijau, segala aspek kehidupan terhubung, masyarakat yang cerdas memiliki inovasi ekosistem, lingkungan dan sosial berkelanjutan menciptakan kota yang berkelanjutan dan mendukung sustainable development.
Para perencana menggunakan konsep ini sebagai alat analisis identifikasi inovasi dan kebijakan sebuah kota. Sebagai contoh smart city di dunia ini ada beberapa negara yaitu Kota Berlin, Amsterdam dan Edinburgh.
Kota Berlin terkenal didunia dengan pariwisata, budaya, keuangan dan teknologi tinggi, hal tersebut merupakan Smart city dengan pendekatan top-down yang melibatkan stakeholder menjadikan Berlin maju dan kreatif dan kota ini juga menggunakan pendekatan bottom-up perencanaan partisipatif untuk membuat Kota cerdas.
Konsep Smart City dapat dilihat dari beberapa aspek pendukung, diantaranya adalah smart living, smart economy, smart environtment, smart governance, dan smart mobility. Sebuah prasyarat penting untuk penerapan Smart City ini adalah kerjasama erat administrasi publik, perusahaan swasta dan ilmu pengetahuan. Selain itu adaanya fasilitas- fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dalam mendukung keberjalanan smart city tersebut, seperti sosial media sebagai tools yang digunakan untuk keberjalanan konsep Smart City tersebut.
Berlin merupakan ibukota negara Jerman dan Berlin merupakan salah stau contoh kota di dunia yang menerapkan Smart City yaitu pada tahun 2014. Pemerintah Berlin dalam kebijakannya menginginkan penerapan teknologi canggih dalam kebijakan dan setiap kegiatan masyarakatnya, atau dengan kata lain menggunakan teknologi dalam setiap kegiatan. Teknologi-teknologi tersebut harus terintergrasi agar terjadi keselarasan dan sinergisasi.
Berlin dianggap mampu dalam menerapkan smart city karena individu yang ada didalamnya yang sudah tinggi kapasitasnya dan Berlin ini teknologinya sudah termasuk sudah canggih.
Didalam penerapannya Berlin ini didukung oleh jaringan-jaringan antar institusi seperti industry, pendidikan, R&D dan Start-up. Dilihat dari komponen pendukungnya, Berlin memiliki lebih dari 300 kelompok penelitian dan perusahaan berbasis penelitian bekerja pada teori dan proyek-proyek untuk kota masa depan.
Ahli Smart City banyak ditemukan di hampir semua fakultas Universitas Berlin dan lembaga pendidikan tinggi, serta di lain lembaga penelitian independen di kota. Di Berlin, hasil secara teratur diproduksi yang memiliki tinggimentransfer potensial. Perusahaan spin-off dari universitas negeri dan start-up sudah menjadi fitur yang kuat dari lanskap inovasi Berlin.
Berikut contoh penerapan Smart City didalam Kota Berlin yaitu Urban Mobility.
Menurut prediksi, pada tahun 2025 diperkirakan penduduk kota Berlin akan meningkat sebanyak 250.000 jiwa dan ini menjadi kesempatan bagi kota Berlin untuk memanfaatkan sumber daya manusia tersebut untuk peningkatan kapasitas dan potensi sumber daya tersebut.
Dalam penerapan Smart City ini pemerintah menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mencapai tingkat kesejahteraan mereka. Salah satu fasilitas atau alat yang digunakan pemerintah adalah Sosial Media, dalam Pembahasan ini sosial media yang dimaksud adalah Website dan Aplikasi Smart Phone.
Pembahasan lebih Lanjut bisa dilihat pada artikel Selanjutnya
Post a Comment for "Pengembangan Sosial Media Terhadap Pengembangan Kota Di Berlin"
Silahkan tinggalkan komentar berupa saran, kritik, atau pertanyaan seputar topik pembahasan. Hanya komentar dengan Identitas yang jelas yang akan ditampilkan, Komentar Anonim, Unknown, Profil Error tidak akan di approved