Tukang, Pekerja Berat Dan Pekerja Proyek Adakah Keringanan Berpuasa Saat Bekerja?
Kita tahu, pada saat bulan puasa tidak semua proyek istirahat, bahkan lanjut terus untuk mengejar target. Dan tidak mungkin banyak pekerja muslim yang harus bekerja dilapangan dibawah terik matahari
Sementara disisi lain, sebagai seorang muslim harus menunaikan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan. Adakah keringanan bagi pekerja yang berada pada kondisi yang disebutkan diatas? seperti apa hukumnya jika membatalkan puasa karena tuntutan pekerjaan?
Karena ini menyangkut hukum agama dan tidak boleh sembarangan berpendapat, maka mari kita merujuk terhadap beberapa pendapat ulama, ustadz dan lembaga yang ahli dibidang agama.
Yang sudah baku dalam fikih Hanafi, sesungguhnya orang yang sehat dan berdomisili (tidak musafir) jika terpaksa harus bekerja di bulan Ramadhan dan ia mempunyai dugaan yang sangat kuat (melalui saran dokter atau melalui pengalamannya sendiri), bahwa puasa dapat menyebabkan kemudharatan bagi kesehatannya atau dapat mengganggu fitalitasnya sehingga ia tidak dapat melaksanakan pekerjaannya (yang merupakan tumpuan hidupnya) secara baik, maka dalam keadaan demikian diperbolehkan baginya untuk meninggalkan puasa (diambil dari Ibnu Abidin)
Dan melihat ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh para ahli fikih, maka kewajiban para pekerja keras adalah mengganti (mengqadha’) puasa yang ditinggalnya di lain hari yang luang dari pekerjaan keras.
Fatwa di UEA: Para Pekerja Berat Boleh Berbuka Puasa di Siang Ramadhan
Fatwa terbaru yang dikeluarkan oleh otoritas keagamaan di Uni Emirat Arab menyatakan bahwa para pekerja yang bekerja di cuaca yang sangat panas ataupun sangat dingin sehingga dapat mempengaruhi kesehatan mereka, maka para pekerja tersebut boleh tidak berpuasa.
“Hal ini membolehkan para pekerja dalam profesi tertentu untuk membatalkan puasanya karena kondisi yang tertentu,” kata fatwa tersebut, yang diterbitkan oleh Otoritas Umum untuk Urusan Islam dan Wakaf UEA.
Namun, fatwa ini juga mengatakan bahwa para pekerja tetap harus memulai puasanya sampai adanya kondisi yang memaksa para pekerja tersebut tidak dapat lagi melanjutkan puasanya, dan dalam kondisi ini boleh untuk berbuka puasa
Fatwa, yang dipublikasikan di situs Otoritas Jenderal keagamaan UEA, dikeluarkan untuk menanggapi pertanyaan dari pekerja rig minyak yang menanyakan apakah mereka boleh berbuka atas adanya kekhawatiran masalah kesehatan akibat tidak makan atau minum sewaktu bekerja di cuaca panas terik yang tinggi dan kelembaban yang sangat dingin.
Syaikh Farhat al-Saadi al-Manji, seorang anggota komite fatwa di al-Azhar, mengatakan: “Fatwa itu adalah benar; ada pekerjaan berat di mana suhu terlalu tinggi dapat mengekspos pekerja menjadi bermasalah dan berbahaya terhadap kesehatan mereka jika mereka tetap berpuasa. “
Suhu di negara-negara teluk pada musim panas saat ini berkisar hingga di atas 40 derajat Celsius (104 Fahrenheit).Dehidrasi dan stroke panas adalah resiko kesehatan utama bagi mereka yang sedang berpuasa di daerah suhu yang tinggi, kata Dr Lalit Taori, yang bekerja di sebuah klinik kesehatan di Dubai.
“Bila Anda tidak meminum air dan sejenisnya, Anda sangat beresiko,” katanya.
Termasuk mereka yang bekerja di luar rumah, seperti pekerja konstruksi, dan orang yang dengan kondisi penyakit seperti diabetes atau penyakit jantung, terutama pada risiko masalah kesehatan karena puasa dalam panas tinggi, katanya.“Tanda bahaya utama adalah pusing yang sangat parah,” kata Dr Taori, menambahkan bahwa orang lain berkeringat berlebihan atau tidak berkeringat sama sekali.
Seolah-olah dia ingin berpuasa penuh hari di hari itu, maka niatnya pun harus sempurna, yaitu ingin melaksanakan ibadah puasa yang hukumnya fardhu ain.
Sehingga dalam hal ini, mungkin saja seorang pekerja berat ternyata mampu meneruskan puasanya, dan hal itu patut disyukuri.Namun manakala dia sudah lemas hampir mati, kelaparan, kehausan, dan terlalu letih, pusing-pusing dan tidak kuat lagi, barulah dia membatalkan puasanya itu.
Pemandangan yang sangat memilukan seringkali kita saksikan, bahwa mereka para pekerja kasar itu sejak pagi sudah makan dan minum di tempat publik. Sama sekali tidak merasa malu bila dirinya tidak berpuasa. Kadang alasannya karena orang yang kerja berat boleh tidak berpuasa. Padahal perbuatan makan dan minum di depan orang yang sedang menunaikan ibadah puasa adalah perbuatan yang berdosa juga.
Selain itu yang bersangkutan harus mengupayakan untuk menyiapkan diri agar bisa berpuasa Ramadhan sejak setahun sebelumnya. Misalnya dengan menabung sedikit demi sedikit agar terkumpul uang demi nafkahnya selama bulan Ramadhan dimana dia tidak bekerja
Sehingga dia bisa ikut berpuasa bersama-sama dengan umat Islam di bulan Ramadhan dengan libur bekerja dan hidup dari uang yang ditabungnya.
Orang yang karena keadaan harus menjalani profesi sebagai pekerja berat yang membutuhkan tenaga ekstra terkadang tidak sanggup bila harus menahan lapar dalam waktu yang lama
Seperti para kuli angkut di pelabuhan, pandai besi, pembuat roti dan pekerja kasar lainnya. Bila memang dalam kondisi yang membahayakan jiwanya, maka kepada mereka diberi keringanan untuk berbuka puasa dengan kewajiban menggantinya di hari lain.
Kalau kemudian di siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh berbuka. Tetapi kalau ia merasa kuat, maka ia boleh tidak membatalkannya.
Tiada perbedaan antara buruh, orang kaya, atau sekadar pekerja berat yang bersifat relawan. Jika mereka menemukan orang lain untuk menggantikan posisinya bekerja, lalu pekerjaan itu bisa dilakukannya pada malam hari, itu baik seperti dikatakan Syekh Syarqawi
Mereka boleh membatalkan puasa ketika pertama mereka tidak mungkin melakukan aktivitas pekerjaannya pada malam hari, kedua ketika pendapatannya untuk memenuhi kebutuhannya atau pendapatan bos yang mendanainya berbuka, terhenti.
Mereka ini bahkan diharuskan untuk membatalkan puasanya ketika di tengah puasa menemukan kesulitan tetapi tentu didasarkan pada dharurat
Namun bagi mereka yang memenuhi ketentuan untuk membatalkan puasa, tetapi melanjutkan puasanya, maka puasanya tetap sah karena keharamannya terletak di luar masalah itu. Tetapi kalau hanya sekadar sedikit pusing atau sakit ringan yang tidak mengkhawatirkan, maka tidak ada pengaruhnya dalam hukum ini,” (Lihat Syekh M Said Ba’asyin, Busyrol Karim, Darul Fikr, Beirut)
Kedua, jika penyakit kritis itu benar-benar terjadi, atau kuat diduga kritis, atau kondisi kritisnya dapat menyebabkannya kehilangan nyawa atau menyebabkan disfungsi salah satu organ tubuhnya, maka penderita haram berpuasa. Ia wajib membatalkan puasanya
Ketiga, kalau sakit ringan yang sekiranya tidak sampai keadaan kritis yang membolehkannya tayammum, penderita haram membatalkan puasanya dan tentu wajib berpuasa sejauh ia tidak khawatir penyakitnya bertambah parah
Sama status hukumnya dengan penderita sakit adalah buruh tani, petani tambak garam, buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi seperti mereka,” (Lihat Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zein fi Irsyadil Mubtai’in, Al-Ma’arif, Bandung, Tanpa Tahun, Halaman 189).
Demikianlah beberapa pendapat ulama dan lembaga yang ahli dibidangnya menyatakan Puasa pada Bulan Ramadhan adalah wajib Jika tidak mungkin baginya untuk menyatukan antara kerja dan puasa maka sebaiknya dia mengambil waktu libur di bulan Ramadan, sehingga dia bisa berpuasa di bulan Ramadan, karena puasa Ramadan adalah salah satu rukun Islam yang tidak boleh ditinggalkan
Namun apabila pekerjaanya tersebut tidak dapat ditunda, dan merupakan pekerjaan yang akan menyambung hidup dan menafkahi keluarga, maka puasa diberi keringanan dengan boleh membatalkan puasanya.
1. Malam harinya harus tetap niat berpuasa, dan berpuasa di siang harinya sampai benar-benar jika merasakan lemah / berat sekali / tidak kuat, maka diperbolehkan berbuka dengan memakan / minum sekedarnya saja. Jika untuk membangkitkan energi. Dan nanti jika merasakan lagi kelemahan yang sangat maka diperbolehkan lagi makan / minum sekedarnya saja.
2. Dia wajib mengqodho hari yang ia batalkan puasanya tersebut setelah melewati hari raya.
- HARAM hukumnya jika Pekerja berat tersebut sudah melanggar dari awal pagi / tidak mencoba menjalankan puasanya terlebih dahulu semampunya. Karena dalam hal ini dia bisa saja membatalkan pekerjaannya.
Wallahu a'lam bisshowab
Referensi
Sementara disisi lain, sebagai seorang muslim harus menunaikan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan. Adakah keringanan bagi pekerja yang berada pada kondisi yang disebutkan diatas? seperti apa hukumnya jika membatalkan puasa karena tuntutan pekerjaan?
Karena ini menyangkut hukum agama dan tidak boleh sembarangan berpendapat, maka mari kita merujuk terhadap beberapa pendapat ulama, ustadz dan lembaga yang ahli dibidang agama.
Fatwa nomor 768 yang dikeluarkan oleh Daar Iftaa’, (lembaga fatwa resmi Mesir (http://www.pesantrenvirtual.com/puasanya-pekerja-keras/)
- Para Fuqoha’ (ahli fikih) memperbolehkan meninggalkan puasa bagi para pekerja keras yang terpaksa harus bekerja di siang hari Ramadhan demi mencukupi kebutuhannya serta keluarganya. Namun ia harus (wajib) mengqadha’ puasa yang ditinggalkannya di lain hari, setelah terlepas dari kesibukan yang melelahkan demikian itu.
- Apabila ia tidak menemukan hari luang hingga ia meninggal dunia, maka ia tidak terkena hukum wajib qodha’ dan juga tidak terkena hukum wajib memberi wasiat bayar fidyah.
- Apabila ia yakin atau mempunyai prediksi yang sangat kuat, bahwa ia tidak akan punya kesempatan untuk mengqadha’ puasa di lain hari, maka ia dihukumi sebagaimana orang tua renta (boleh meninggalkan puasa dan harus mengganti setiap harinya 1/2 sha’ bahan makan atau nilai tukarnya [membayar fidyah).
Yang sudah baku dalam fikih Hanafi, sesungguhnya orang yang sehat dan berdomisili (tidak musafir) jika terpaksa harus bekerja di bulan Ramadhan dan ia mempunyai dugaan yang sangat kuat (melalui saran dokter atau melalui pengalamannya sendiri), bahwa puasa dapat menyebabkan kemudharatan bagi kesehatannya atau dapat mengganggu fitalitasnya sehingga ia tidak dapat melaksanakan pekerjaannya (yang merupakan tumpuan hidupnya) secara baik, maka dalam keadaan demikian diperbolehkan baginya untuk meninggalkan puasa (diambil dari Ibnu Abidin)
Dan melihat ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh para ahli fikih, maka kewajiban para pekerja keras adalah mengganti (mengqadha’) puasa yang ditinggalnya di lain hari yang luang dari pekerjaan keras.
Fatwa di UEA: Para Pekerja Berat Boleh Berbuka Puasa di Siang Ramadhan
(http://www.eramuslim.com/berita/dunia/fatwa-di-uea-para-pekerja-berat-boleh-berbuka-puasa.htm)
Fatwa terbaru yang dikeluarkan oleh otoritas keagamaan di Uni Emirat Arab menyatakan bahwa para pekerja yang bekerja di cuaca yang sangat panas ataupun sangat dingin sehingga dapat mempengaruhi kesehatan mereka, maka para pekerja tersebut boleh tidak berpuasa.“Hal ini membolehkan para pekerja dalam profesi tertentu untuk membatalkan puasanya karena kondisi yang tertentu,” kata fatwa tersebut, yang diterbitkan oleh Otoritas Umum untuk Urusan Islam dan Wakaf UEA.
Namun, fatwa ini juga mengatakan bahwa para pekerja tetap harus memulai puasanya sampai adanya kondisi yang memaksa para pekerja tersebut tidak dapat lagi melanjutkan puasanya, dan dalam kondisi ini boleh untuk berbuka puasa
Fatwa, yang dipublikasikan di situs Otoritas Jenderal keagamaan UEA, dikeluarkan untuk menanggapi pertanyaan dari pekerja rig minyak yang menanyakan apakah mereka boleh berbuka atas adanya kekhawatiran masalah kesehatan akibat tidak makan atau minum sewaktu bekerja di cuaca panas terik yang tinggi dan kelembaban yang sangat dingin.
Syaikh Farhat al-Saadi al-Manji, seorang anggota komite fatwa di al-Azhar, mengatakan: “Fatwa itu adalah benar; ada pekerjaan berat di mana suhu terlalu tinggi dapat mengekspos pekerja menjadi bermasalah dan berbahaya terhadap kesehatan mereka jika mereka tetap berpuasa. “
Suhu di negara-negara teluk pada musim panas saat ini berkisar hingga di atas 40 derajat Celsius (104 Fahrenheit).Dehidrasi dan stroke panas adalah resiko kesehatan utama bagi mereka yang sedang berpuasa di daerah suhu yang tinggi, kata Dr Lalit Taori, yang bekerja di sebuah klinik kesehatan di Dubai.
“Bila Anda tidak meminum air dan sejenisnya, Anda sangat beresiko,” katanya.
Termasuk mereka yang bekerja di luar rumah, seperti pekerja konstruksi, dan orang yang dengan kondisi penyakit seperti diabetes atau penyakit jantung, terutama pada risiko masalah kesehatan karena puasa dalam panas tinggi, katanya.“Tanda bahaya utama adalah pusing yang sangat parah,” kata Dr Taori, menambahkan bahwa orang lain berkeringat berlebihan atau tidak berkeringat sama sekali.
Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA
Para ulama menetapkan bahwa orang yang kerja berat tanpa ada sedikitpun kemungkinan untuk melakukan puasa, dia boleh tidak berpuasa. Tetapi ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi, antara lain :Niat Puasa
Pertama yang harus dilakukannya adalah dia harus berniat untuk berpuasa terlebih dahulu di malam hari. Lalu makan sahur karena makan sahur itu sunnah dan demi mendapatkan barakah.Seolah-olah dia ingin berpuasa penuh hari di hari itu, maka niatnya pun harus sempurna, yaitu ingin melaksanakan ibadah puasa yang hukumnya fardhu ain.
Tidak Berbuka Kecuali Saat Tidak Kuat
Pada siang hari ketika bekerja, apabila ternyata masih kuat untuk meneruskan puasa, wajib untuk meneruskan puasa. Sedangkan bila tidak kuat dalam arti yang sesungguhnya, maka barulah dia boleh berbuka.Sehingga dalam hal ini, mungkin saja seorang pekerja berat ternyata mampu meneruskan puasanya, dan hal itu patut disyukuri.Namun manakala dia sudah lemas hampir mati, kelaparan, kehausan, dan terlalu letih, pusing-pusing dan tidak kuat lagi, barulah dia membatalkan puasanya itu.
Menjaga Kehormatan Bulan Puasa
Untuk itu dia wajib menjaga kehormatan bulan Ramadhan, dengan tidak makan dan minum di depan orang banyak. Dia harus mencari ‘lubang persembunyian’, demi agar tidak nampak di tengah masyarakat bahwa dia tidak berpuasa.Pemandangan yang sangat memilukan seringkali kita saksikan, bahwa mereka para pekerja kasar itu sejak pagi sudah makan dan minum di tempat publik. Sama sekali tidak merasa malu bila dirinya tidak berpuasa. Kadang alasannya karena orang yang kerja berat boleh tidak berpuasa. Padahal perbuatan makan dan minum di depan orang yang sedang menunaikan ibadah puasa adalah perbuatan yang berdosa juga.
Mengganti di Hari Lain
Orang-orang yang diberi keringanan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan bukan berarti bebas lepas tidak berpuasa seenaknya. Di leher mereka ada tali yang mengekang mereka, yaitu kewajiban untuk mengganti puasa di hari lain.Selain itu yang bersangkutan harus mengupayakan untuk menyiapkan diri agar bisa berpuasa Ramadhan sejak setahun sebelumnya. Misalnya dengan menabung sedikit demi sedikit agar terkumpul uang demi nafkahnya selama bulan Ramadhan dimana dia tidak bekerja
Sehingga dia bisa ikut berpuasa bersama-sama dengan umat Islam di bulan Ramadhan dengan libur bekerja dan hidup dari uang yang ditabungnya.
Orang yang karena keadaan harus menjalani profesi sebagai pekerja berat yang membutuhkan tenaga ekstra terkadang tidak sanggup bila harus menahan lapar dalam waktu yang lama
Seperti para kuli angkut di pelabuhan, pandai besi, pembuat roti dan pekerja kasar lainnya. Bila memang dalam kondisi yang membahayakan jiwanya, maka kepada mereka diberi keringanan untuk berbuka puasa dengan kewajiban menggantinya di hari lain.
Syekh Said Muhammad Ba’asyin dalam Busyrol Karim
Ketika memasuki Ramadhan, pekerja berat seperti buruh tani yang membantu penggarap saat panen dan pekerja berat lainnya, wajib memasang niat puasa di malam hariKalau kemudian di siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh berbuka. Tetapi kalau ia merasa kuat, maka ia boleh tidak membatalkannya.
Tiada perbedaan antara buruh, orang kaya, atau sekadar pekerja berat yang bersifat relawan. Jika mereka menemukan orang lain untuk menggantikan posisinya bekerja, lalu pekerjaan itu bisa dilakukannya pada malam hari, itu baik seperti dikatakan Syekh Syarqawi
Mereka boleh membatalkan puasa ketika pertama mereka tidak mungkin melakukan aktivitas pekerjaannya pada malam hari, kedua ketika pendapatannya untuk memenuhi kebutuhannya atau pendapatan bos yang mendanainya berbuka, terhenti.
Mereka ini bahkan diharuskan untuk membatalkan puasanya ketika di tengah puasa menemukan kesulitan tetapi tentu didasarkan pada dharurat
Namun bagi mereka yang memenuhi ketentuan untuk membatalkan puasa, tetapi melanjutkan puasanya, maka puasanya tetap sah karena keharamannya terletak di luar masalah itu. Tetapi kalau hanya sekadar sedikit pusing atau sakit ringan yang tidak mengkhawatirkan, maka tidak ada pengaruhnya dalam hukum ini,” (Lihat Syekh M Said Ba’asyin, Busyrol Karim, Darul Fikr, Beirut)
Syeh M Nawawi Al-Bantani
lama membagi tiga keadaan orang sakit. Pertama, kalau misalanya penyakit diprediksi kritis yang membolehkannya tayammum, maka penderita makruh untuk berpuasa. Ia diperbolehkan tidak berpuasaKedua, jika penyakit kritis itu benar-benar terjadi, atau kuat diduga kritis, atau kondisi kritisnya dapat menyebabkannya kehilangan nyawa atau menyebabkan disfungsi salah satu organ tubuhnya, maka penderita haram berpuasa. Ia wajib membatalkan puasanya
Ketiga, kalau sakit ringan yang sekiranya tidak sampai keadaan kritis yang membolehkannya tayammum, penderita haram membatalkan puasanya dan tentu wajib berpuasa sejauh ia tidak khawatir penyakitnya bertambah parah
Sama status hukumnya dengan penderita sakit adalah buruh tani, petani tambak garam, buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi seperti mereka,” (Lihat Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zein fi Irsyadil Mubtai’in, Al-Ma’arif, Bandung, Tanpa Tahun, Halaman 189).
Demikianlah beberapa pendapat ulama dan lembaga yang ahli dibidangnya menyatakan Puasa pada Bulan Ramadhan adalah wajib Jika tidak mungkin baginya untuk menyatukan antara kerja dan puasa maka sebaiknya dia mengambil waktu libur di bulan Ramadan, sehingga dia bisa berpuasa di bulan Ramadan, karena puasa Ramadan adalah salah satu rukun Islam yang tidak boleh ditinggalkan
Namun apabila pekerjaanya tersebut tidak dapat ditunda, dan merupakan pekerjaan yang akan menyambung hidup dan menafkahi keluarga, maka puasa diberi keringanan dengan boleh membatalkan puasanya.
Kesimpulan
Para pekerja keras dapat meninggalkan puasa ramadhan di saat dia benar-benar merasa berat dalam menjalankan puasa, dengan syarat:1. Malam harinya harus tetap niat berpuasa, dan berpuasa di siang harinya sampai benar-benar jika merasakan lemah / berat sekali / tidak kuat, maka diperbolehkan berbuka dengan memakan / minum sekedarnya saja. Jika untuk membangkitkan energi. Dan nanti jika merasakan lagi kelemahan yang sangat maka diperbolehkan lagi makan / minum sekedarnya saja.
2. Dia wajib mengqodho hari yang ia batalkan puasanya tersebut setelah melewati hari raya.
- HARAM hukumnya jika Pekerja berat tersebut sudah melanggar dari awal pagi / tidak mencoba menjalankan puasanya terlebih dahulu semampunya. Karena dalam hal ini dia bisa saja membatalkan pekerjaannya.
Wallahu a'lam bisshowab
Referensi
- www.nu.or.id/post/read/69116/hukum-kewajiban-puasa-untuk-para-pekerja-berat
- rumahfiqih.com/x.php?id=1397316533&=bagaimana-puasanya-para-pekerja-berat.htm
- BUYA YAHYA:https://facebook.com/story.php story_fbid=1371913826194982&substory_index=0&id=191390880913955&_rdc=1&_rdr
Post a Comment for "Tukang, Pekerja Berat Dan Pekerja Proyek Adakah Keringanan Berpuasa Saat Bekerja?"
Silahkan tinggalkan komentar berupa saran, kritik, atau pertanyaan seputar topik pembahasan. Hanya komentar dengan Identitas yang jelas yang akan ditampilkan, Komentar Anonim, Unknown, Profil Error tidak akan di approved